Keberadaan wali nikah merupakan satu dari lima rukun nikah. Wali sendiri ialah sebutan untuk pihak lelaki dalam keluarga atau lainnya yang bertugas mengawasi keadaan atau kondisi seorang perempuan, khususnya dalam suatu pernikahan.
Menurut hukum Islam, peranan wali dalam pernikahan tentu sangat penting. Karena semua perkawinan yang dilakukan harus dengan izin dan restu wali nikah, terutama wali nasab yaitu ayah, karena perkawinan tersebut memakai dasar ajaran agama Islam.
Apabila tidak ada wali nikah, maka menjadikan prosesi pernikahan tersebut batal dan dianggap tidak sah.
Nah, pada artikel ini akan membahas mulai dari pengertian, urutan, syarat, hingga informasi seputar hal yang sering menjadi pertanyaan banyak orang terkait wali nikah.
Langsung saja simak penjelasan berikut ini hingga tuntas ya!
Baca juga: Pahami Arti Sakinah Mawaddah Warahmah dalam Pernikahan dan Cara Mewujudkannya
Pengertian Wali Nikah
Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Bertindak sebagai orang yang mengakadkan nikah menjadi sah. Nikah tidak akan sah tanpa adanya wali.
Wali nikah, sebagaimana sebutan bagi pihak laki-laki dari keluarga perempuan yang bertugas mengawasi keadaan dan kondisi mempelai dalam prosesi perkawinan.
Perwalian, secara syariat merupakan perkataan pada orang lain dan pengawasan atas keadaan si perempuan yang dinikahkan.
Pemenuhan rukun nikah untuk mendatangkan wali ini dirujuk dari hadis yang diriwayatkan oleh Jabir, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidak [sah] pernikahan kecuali dengan wali yang berakal dan adil.” (H.R. Ahmad)
Selain itu, tidak sembarang orang berhak menjadi wali nikah. Ada juga urutan yang harus dipenuhi secara hierarkis.
Misalnya, laki-laki yang paling berhak menjadi wali nikah adalah ayah mempelai perempuan. Jika ayah tidak bisa atau tidak memenuhi syaratnya, baru bisa digantikan dengan wali nikah yang lain sesuai urutan yang berlaku.
Untuk lebih lengkapnya tentang urutan wali nikah, simak penjelasan di bawah ini.
Urutan yang Berhak Menjadi Wali Nikah dalam Islam
Dalam sumber “Kedudukan Wali dalam Pernikahan: Studi Pemikiran Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Praktiknya di Indonesia”, urutan wali nikah yang berlaku sesuai syariat Islam yaitu sebagai berikut:
- Ayah
- Kakek
- Saudara laki-laki seayah seibu (sekandung)
- Saudara laki-laki seayah
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
- Paman sekandung
- Paman seayah
- Anak laki-laki dari paman sekandung
- Anak laki-laki dari paman seayah
- Wali hakim
Urutan tersebut ditarik dari nasab (jalur keturunan) dari pihak ayah, dan bukan saudara seibu.
Pernikahan seorang perempuan tidak sah kecuali dinikahkan oleh wali yang dekat dari jalur keturunan tersebut.
Jika tidak ada, maka keadaan ini diampu oleh wali jauh, dan jika masih tidak ada, maka mempelai dinikahkan oleh penguasa atau wali hakim.
Wali hakim menjadi berlaku ketika semua urutan di atas sudah tidak bisa dipenuhi lagi karena sebab-sebab tertentu. Misalnya, tidak memenuhi syarat menjadi wali nikah.
Bagaimanapun juga, tidak semua orang bisa menjadi wali dalam pernikahan, kecuali memenuhi syarat-syaratnya.
Baca juga: Sangat Berharga! Inilah 10 Rekomendasi Kado Untuk Orang Menikah
Syarat Menjadi Wali Nikah
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk bisa menjadi wali nikah.
Berikut ini ada lima syarat yang harus terpenuhi agar seseorang layak menjadi wali nikah, antara lain:
1. Beragama Islam
Seorang wali nikah haruslah muslim. Oleh karena itu, jika ia kafir, maka pernikahan tidak sah, kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu.
2. Baligh
Syarat selanjutnya harus baligh dan cukup umur. Artinya, bisa bertanggung jawab untuk urusan orang lain, termasuk menikahkan perempuan perwaliannya.
3. Berakal Sehat
Berakal ini maksudnya sama seperti kriteria berakal dalam shalat. Tidak mengalami gangguan jiwa, tidak mabuk, serta sadar atas perkara yang ia kerjakan.
4. Laki-laki
Melalui persyaratan ini, maka pernikahan hukumnya tidak sah apabila wali nikah berjenis kelamin perempuan atau seseorang yang berkelamin ganda. Jadi, harus dipastikan yang menjadi wali adalah berjenis kelamin laki-laki.
5. Adil
Adil ini artinya bisa menjaga diri, kehormatan, dan martabatnya. Kebalikan dari orang yang adil adalah fasik.
Siapa yang Berhak Menjadi Wali Nikah Anak Angkat dalam Islam?
Wali nikah anak angkat merupakan hak orang tua asli. Karena anak angkat tidak berubah nasabnya. Namun, orang tua angkat bisa juga jadi wali, dengan syarat telah mendapat mandat orang tuanya.
Ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui, antara lain:
1. Anak angkat statusnya berbeda dengan anak kandung
Dalam aturan islam, anak angkat yang diasuh orang tua angkat, tidak boleh diubah nasabnya. Artinya, dia tetap dinasabkan ke orang tua aslinya. Aturan ini telah Allah tegaskan dalam firman-Nya,
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, panggilah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama atau maulamu. Tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 5)
2. Karena tidak ada hubungan nasab antara anak angkat dengan orang tua angkat
Maka dalam hal ini, tidak berlaku hukum-hukum nasab dalam hal ini. Dengan begitu, mereka tidak bisa saling mewarisi, tidak bisa menjadi mahram, tidak pula wali nikah.
Untuk hukum nasab yang berlaku, tetap kembali ke ayahnya yang asli.
Sehingga yang berhak menjadi wali untuk anak ini adalah ayah kandungnya dan keluarga ayah kandungnya.
Urutan kerabat ayah yang berhak menjadi wali nikah, terdapat pada penjelasan Al-Buhuti berikut ini:
ويقدم أبو المرأة الحرة في إنكاحها لأنه أكمل نظرا وأشد شفقة ثم وصيه فيه أي في النكاح لقيامه مقامه ثم جدها لأب وإن علا الأقرب فالأقرب لأن له إيلادا وتعصيبا فأشبه الأب ثم ابنها ثم بنوه وإن نزلوا الأقرب فالأقرب
Artinya: “Lebih didahulukan bapak si wanita (pengantin putri) untuk menikahkannya. Karena bapak adalah orang yang paling paham dan paling kasih sayang kepada putrinya. Setelah itu, penerima wasiat dari bapaknya (mewakili bapaknya), karena posisinya sebagaimana bapaknya. Setelah itu, kakek dari bapak ke atas, dengan mendahulukan yang paling dekat, karena wanita ini masih keturunannya, dalam posisi ini (kakek) disamakan dengan bapaknya. Berikutnya setelah kakek adalah anak si wanita (jika janda), kemudian cucunya, dan seterusnya ke bawah, dengan mendahulukan yang paling dekat.” (Ar-Raudhul Murbi’)
3. Ayah angkat bisa jadi wali
Dalam hal ini berlaku, jika dia mendapatkan mandat dari ayah kandungnya. Ayah angkat berstatus sebagai penerima wasiat (wakil) si ayah asli.
Namun, jika ayah angkat tidak mendapatkan mandat atau tidak izin kepada wali yang sah maka dia tidak boleh menjadi wali pernikahan anak angkatnya. Jika tetap dinikahkan maka nikahnya batal.
Sebagaimana Al-Buhuti mengatakan:
وإن زوج الأبعد أو زوج أجنبي ولو حاكما من غير عذر للأقرب لم يصح النكاح لعدم الولاية من العاقد عليها مع وجود مستحقها
Artinya: “Jika wali yang lebih jauh menikahkannya, atau orang lain menjadi walinya, meskipun dia hakim (pejabat KUA), sementara tidak ada izin dari wali yang lebih dekat maka nikahnya tidak sah, karena tidak perwalian ketika proses akad, sementara orang yang lebih berhak (untuk jadi wali) masih ada.” (Ar-Raudhul Murbi’)
Siapa yang Berhak Menjadi Wali Nikah Jika Ayah Kandung Meninggal?
Bagi seorang wanita muslim yang akan menikah, tidak ada pilihan selain ayah untuk menjadi walinya. Namun, pertanyaan yang sering timbul kemudian adalah bagaimana jika sang ayah telah wafat atau tiada.
Jika seorang ayah kandung (sesuai nasab) yang telah wafat memberi seseorang wasiat untuk menjadi wali nikah putrinya, maka wali nikah sang putri adalah orang tersebut.
Dengan syarat, menurut wasiat tersebut memenuhi persyaratan dasar dalam agama Islam sebagai wali nikah.
Jika sang Ayah tidak berwasiat, maka urutan nasab dari Ayah kandung yang harus menjadi walinya.
Berikut ini adalah urutannya:
- Kakek
- Ayahnya kakek
- Saudara laki-laki se-ayah se-ibu
- Saudara laki-laki se-ayah
- Anak saudara laki-laki se-ayah se-ibu
- Anak saudara laki-laki se-ayah
- Paman se-ayah se ibu
- Paman se-ayah
- Anak paman se-ayah se-ibu
- Anak paman se-ayah
- Cucu paman se-ayah se-ibu
- Cucu paman se-ayah
- Paman ayah se-ayah se-ibu
- Paman ayah se-ayah
- Anak paman ayah se-ayah se-ibu
- Anak paman ayah se-ayah
- Paman kakek se-ayah se-ibu
- Paman kakek se-ayah
- Anak paman kakek se-ayah se-ibu
- Anak paman kakek se-ayah
Jika nasab perwalian ini tidak dapat ditemukan, maka yang boleh menjadi wali hakimnya adalah pemimpin tertinggi di negara.
Presiden, sebagai pemimpin tertinggi negara, boleh mewakilkannya kepada Menteri Agama, yang kemudian boleh mewakilkannya lagi kepada pejabat KUA.
Siapa yang Berhak Menjadi Wali Nikah Anak Di Luar Nikah?
Terkait dengan status anak yang lahir di luar nikah, proses ijab di dalam perkawinannya akan langsung dilaksanakan oleh wali hakim, yaitu Kepala KUA daerah setempat.
Sedangkan ayah kandungnya sendiri tidak dapat menjadi wali nasab, sekalipun memiliki hubungan darah. Nantinya, nama Kepala KUA setempat yang akan tercatat dalam kolom wali pada kutipan akta perkawinan.
Jadi, kesimpulannya seorang anak perempuan di luar nikah, tetap dapat melangsungkan perkawinan. Adapun nama suami yang bukan ayah kandung si anak tersebut tidak perlu dicantumkan, baik di akta kelahiran maupun pada kutipan akta perkawinan.
Demikianlah informasi mengenai wali nikah dalam islam yang sangat penting untuk Anda ketahui.
Semoga informasi ini dapat bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.
Boleh bagikan artikel ini kepada sesama agar bisa mendapatkan kebermanfaatan dan pengetahuan.
Untuk membaca artikel menarik lainnya, Anda bisa mengunjungi situs blog Evermos.
Risma Novianti adalah SEO Analyst yang memiliki latar pendidikan Public Administration. Memiliki pengalaman kerja di bidang SEO selama 3,5 tahun. Berkemampuan aktif menganalisis data performance suatu website blog Evermos dan menganalisis content article dengan niche bisnis dan islami. Merangkap juga sebagai SEO Content Writer dengan memiliki kemampuan menulis dan mengedit yang baik sesuai dengan kaidah SEO sehingga tulisan mudah ditemukan di hasil pencarian Google.