Tauhid merupakan mengesakan Allah semata dalam beribadah dan tidak menyekutukan-Nya. Dalam Islam pun kita perlu mengucapkan syahadat tauhid. Bagaimana informasi lebih detailnya? Silahkan simak ulasan artikel berikut ini.
Sahadat tauhid merupakan ajaran Rasulullah SAW. Bahkan tauhid merupakan pokok yang dibangun diatasnya semua ajaran, maka jika pokok ini tidak ada, amal perbuatan menjadi tidak bermanfaat dan gugur, karena tidak sah sebuah ibadah tanpa tauhid.
Macam-macam tauhid ini hanya sekedar penamaan atau istilah untuk memudahkan pemahaman dan pengistilahan dalam mempelajarinya, pada hakikatnya satu.
Dalam bertauhid tidak mengenal perbedaan, dengan kata lain, Tauhid Uluhiyah dengan Tauhid Rububiyah pada hakikatnya satu, tidak berbeda, karena Allah sebagai Zat Yang Maha Tunggal, juga Zat Yang Maha Mengayomi manusia sekaligus Pemilik jagat raya ini.
Baca juga: Ikuti 5 Cara agar Sholat Khusyu dan Memberi Ketenangan dalam Beribadah
Macam-Macam Tauhid
1. Tauhid Rububiyah
Makna dari tauhid Rububiyah yaitu menyatakan bahwa tidak ada Tuhan Penguasa seluruh alam kecuali Allah yang menciptakan mereka dan memberinya rizki.
Tauhid macam ini juga telah dinyatakan oleh orang-orang musyrik pada masa-masa pertama dahulu.
Mereka menyatakan bahwa Allah semata yang Maha Pencipta, Penguasa, Pengatur, Yang Menghidupkan,Yang Mematikan, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah ta’ala berfirman QS. Al-Ankabut ayat 61 yang berbunyi:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَسَخَّرَ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Wa la`in sa`altahum man khalaqas-samāwāti wal-arḍa wa sakhkharasy-syamsa wal-qamara layaqụlunnallāh, fa annā yu`fakụn.
Artinya: : “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).”
Akan tetapi pernyataan dan persaksian mereka tidak membuat mereka masuk Islam dan tidak membebaskan mereka dari api neraka serta tidak melindungi harta dan darah mereka.
Alasannya karena mereka tidak mewujudkan tauhid Uluhiyah, bahkan mereka berbuat syirik kepada Allah dalam beribadah kepada-Nya dengan memalingkannya kepada selain mereka.
2. Tauhid Asma’ dan Sifat
Tauhid Asma’ dan Sifat yaitu beriman bahwa Allah ta’ala memiliki zat yang tidak serupa dengan berbagai zat yang ada, serta memiliki sifat yang tidak serupa dengan berbagai sifat yang ada.
Dan bahwa nama-nama-Nya merupakan petunjuk yang jelas akan sifat-Nya yang sempurna secara mutlak sebagaimana firman Allah ta’ala QS. Asy-Syu’ara ayat 110 yang berbunyi:
فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُونِ
Fattaqullāha wa aṭī’ụn
Artinya: “Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.”
Begitu juga halnya (beriman kepada Asma’ dan Sifat Allah) berarti menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya dalam Kitab-Nya atau apa yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya SAW dengan penetapan yang layak sesuai kebesaran-Nya.
Hal ini tanpa ada penyerupaan dengan sesuatupun, tidak juga memisalkannya dan meniadakannya, tidak merubahnya, tidak menafsirkannya dengan penafsiran yang lain dan tidak menanyakan bagaimana hal-Nya.
Kita tidak boleh berusaha baik dengan hati kita, perkiraan kita, lisan kita untuk bertanya-tanya tentang bagaimana sifat-sifat-Nya dan juga tidak boleh menyamakan-Nya dengan sifat-sifat makhluk.
3. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah adalah tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah dalam seluruh amalan ibadah yang Allah perintahkan seperti berdoa, khouf (takut), raja’ (harap), tawakkal, raghbah (berkeinginan), rahbah (takut), Khusyu’, Khasyah (takut disertai pengagungan), taubat, minta pertolongan, menyembelih, nazar dan ibadah yang lainnya yang diperintahkan-Nya.
Sebagaimana firman Allah ta’ala dalam QS. Al Jin ayat 18 yang berbunyi:
وَأَنَّ ٱلْمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا
Wa annal-masājida lillāhi fa lā tad’ụ ma’allāhi aḥadā
Artinya: “Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”
Manusia tidak boleh memalingkan sedikitpun ibadahnya kepada selain Allah ta’ala, tidak kepada malaikat, kepada para Nabi dan tidak juga kepada para wali yang sholeh dan tidak kepada siapapun makhluk yang ada.
Karena ibadah tidak sah kecuali jika untuk Allah, maka siapa yang memalingkannya kepada selain Allah dia telah berbuat syirik yang besar dan semua amalnya gugur.
Makna Laa Ilaaha Illallah
Laa Ilaaha Illallah Maknanya adalah, tidak ada yang disembah di langit dan di bumi kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Sesuatu yang disembah dengan bathil banyak jumlahnya tapi yang disembah dengan hak hanya Allah saja.
Sebagaimana firman Allah ta’ala dalam QS. Al-Hajj ayat 62 yang berbunyi: ِ
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ ٱلْبَٰطِلُ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْكَبِيرُ
żālika bi`annallāha huwal-ḥaqqu wa anna mā yad’ụna min dụnihī huwal-bāṭilu wa annallāha huwal-‘aliyyul-kabīr
Artinya: “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan berarti : “Tidak ada pencipta selain Allah” sebagaimana yang disangka sebagian orang, karena sesungguhnya orang-orang kafir Quraisy yang diutus kepada mereka Rasulullah SAW mengakui bahwa Sang Pencipta dan Pengatur alam ini adalah Allah ta’ala, akan tetapi mereka mengingkari penghambaan (ibadah) seluruhnya milik Allah semata tidak ada yang menyekutukannya.
Sebagaimana firman Allah ta’ala dalam QS. Shad ayat 5 yang berbunyi:
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
Artinya: “Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ? Sesungguhnya ini benar-benar satu hal yang sangat mengherankan”
Dipahami dari ayat ini bahwa semua ibadah yang ditujukan kepada selain Allah adalah batal.
Artinya bahwa ibadah semata-mata untuk Allah. Akan tetap, mereka (kafir Quraisy) tidak menghendaki demikian, oleh karenanya Rasulullah SAW memerangi mereka hingga bersaksi bahwa tidak ada ilah yang disembah selain Allah serta menunaikan hak-hak-Nya yaitu mengesa-kannya dalam beribadah kepada-Nya semata.
Orang-orang kafir Quraisy telah mengetahui sebelumnya bahwa Laa ilaaha Illallah mengandung konsekwensi yaitu ditinggalkannya ibadah kepada selain Allah dan hanya mengesakan Allah dalam ibadahnya.
Keutamaan Laa Ilaaha Illallah
Dalam kalimat Ikhlas (Laa Ilaaha Illallah) terkumpul keutamaan yang banyak, dan faedah yang bermacam-macam.
Akan tetapi keutamaan tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya jika sekedar diucapkan saja.
Dia baru memberikan manfaat bagi orang yang mengucapkannya dengan keimanan dan melakukan kandungan-kandungannya.
Diantara keutamaan yang paling utama adalah bahwa orang yang mengucapkannya dengan ikhlas semata-mata karena mencari ridho-Nya maka Allah ta’ala haramkan baginya api neraka.
Sebagaimana sabda Rasulullah yang berbunyi:
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi siapa yang mengatakan: Laa Ilaaha Illallah semata-mata karena mencari ridho Allah.” (Muttafaq Alaih)
Dan banyak lagi hadits-hadits lainnya yang menyatakan bahwa Allah mengharamkan orang-orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dari api neraka. Akan tetapi hadits-hadits tersebut mensyaratkan dengan berbagai syarat yang berat.
Banyak yang mengucapkannya namun dikhawatirkan terkena fitnah disaat kematiannya sehingga dia terhalang dari kalimat tersebut karena dosa-dosanya yang selama ini selalu dilakukannya dan dianggapnya remeh.
Banyak juga yang mengucapkannya dengan dasar ikut-ikutan atau adat semata sementara keimanan tidak meresap kedalam hatinya.
Baca juga: Sungguh Mulia! Inilah 6 Akhlak Rasul yang Patut Kita Teladani dalam Kehidupan Sehari-Hari
Rukun Laa Ilaaha Illallah
Syahadat memiliki dua rukun antara lain:
- Peniadaan (Nafy) dalam kalimat: “Laa Ilaaha”.
- Penetapan (Itsbat) dalam kalimat: “Illallah”. Maka “Laa Ilaaha” berarti meniadakan segala tuhan selain Allah, dan “Illallah” berarti menetapkan bahwa sifat ketuhanan hanya milik Allah semata dan tidak ada yang menyekutukannya.
Syarat-syarat Laa Ilaaha Illallah
Para ulama menyatakan bahwa ada tujuh syarat bagi kalimat Laa Ilaaha Illallah.
Kalimat tersebut tidak sah selama ketujuh syarat tersebut tidak terkumpul dan sempurna dalam diri seseorang, serta mengamalkan segala sesuatu yang bertentangan dengannya.
Berikut ini adalah syarat-syaratnya:
1. Berilmu
Maksud dari berilmu ini adalah memiliki ilmu terhadap maknanya (kalimat Laa Ilaaha Illallah) baik dalam hal nafy maupun itsbat dan segala amal yang dituntut darinya.
Jika seorang hamba mengetahui bahwa Allah ta’ala adalah semata-mata yang disembah dan bahwa penyembahan kepada selainnya adalah bathil, kemudian dia mengamalkan sesuai dengan ilmunya tersebut.
Sebagaimana firman Allah dalam bagian QS. Muhammad ayat 19 yang berbunyi:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
Artinya: “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah.”
2. Yakin
Yakin ini maksudnya seseorang mengucapkan syahadat dengan keyakinan sehingga hatinya tenang, tanpa sedikitpun pengaruh keraguan.
Bahkan dia mengucapkannya dengan penuh keyakinan. Selain itu, berkeyakinan bahwa tidak boleh beribadah kepada selain Allah SWT.
Jika dia ragu terhadap syahadatnya atau tidak mengakui bathilnya sifat ketuhanan selain Allah ta’ala, misalnya dengan mengucapkan: “Saya meyakini akan ketuhanan Allah ta’ala akan tetapi saya ragu akan bathilnya ketuhanan selain-Nya”, maka batallah syahadatnya dan tidak bermanfaat baginya.
Sebagainana firman Allah ta’ala dalam QS. Al-Hujurat ayat 15 yang berbunyi:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ
Innamal-mu`minụnallażīna āmanụ billāhi wa rasụlihī ṡumma lam yartābụ wa jāhadụ bi`amwālihim wa anfusihim fī sabīlillāh, ulā`ika humuṣ-ṣādiqụn.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
3. Menerima
Menerima ini maksudnya menerima semua ajaran yang terdapat dalam kalimat tersebut dalam hatinya dan lisannya.
Dia membenarkan dan beriman atas semua berita dan apa yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada sedikitpun yang ditolaknya dan tidak berani memberikan penafsiran yang keliru atau perubahan atas nash-nash yang ada sebagaimana hal tersebut dilarang Allah ta’ala.
4. Tunduk
Maksudnya tunduk adalah ikhlas, yaitu dengan menyerahkan dan merendahkan diri serta tidak membantah terhadap hukum-hukum Allah.
Sebagaimana Allah ta’ala berfirman dalam QS. Az Zumar ayat 54 yang berbunyi:
وَأَنِيبُوٓا۟ إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا۟ لَهُۥ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ ٱلْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ
Wa anībū ilā rabbikum wa aslimụ lahụ ming qabli ay ya`tiyakumul-‘ażābu ṡumma lā tunṣarụn.
Artinya: “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).”
Termasuk juga tunduk terhadap Rasulullah SAW dengan sikap ridho dan mengamalkannya tanpa bantahan serta tidak menambah atau mengurangi.
Termasuk tidak tunduk juga adalah tidak menjadikan syariat Allah sebagai sumber hukum dan menggantinya dengan undang-undang buatan manusia.
5. Jujur
Maksudnya jujur dengan keimanannya dan aqidahnya, selama itu terwujud maka dia dikatakan orang yang membenarkan terhadap kitab Allah ta’ala dan sunnahnya.
Lawan dari jujur adalah dusta, jika seorang hamba berdusta dalam keimanannya, maka seseorang tidak beriman.
Bahkan dia dikatakan munafiq walaupun mengucapkan syahadat dengan lisannya, maka syahadat tersebut baginya tidak menyelamatkannya.
6. Ikhlas
Maksudnya adalah mensucikan setiap amal perbuatan dengan niat yang murni dari kotoran-kotoran syirik, yang demikian itu terwujud dari apa yang tampak dalam perkataan dan perbuatan yang semata-mata karena Allah ta’ala dan karena mencari ridho-Nya.
Tidak ada bermaksud riya’ dan ingin terkenal atau tujuan duniawi dan pribadi, atau juga melakukan sesuatu karena kecintaannya terhadap seseorang atau golongannya.
Sebagaimana Allah ta’ala berfirman dalam QS. Az Zumar ayat 3 yang berbunyi:
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
Artinya: “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).”
7. Cinta
Cinta yaitu mencintai kalimat yang agung ini serta semua ajaran dan konsekuensi.
Maka dia mencintai Allah dan Rasul-Nya dan mendahulukan kecintaan kepada keduanya atas semua kecintaan kepada yang lainnya serta melakukan semua syarat-syaratnya dan konsekwensinya.
Cinta terhadap Allah adalah rasa cinta yang dengan rasa pengangungan dan rasa takut dan pengharapan.
Termasuk cinta kepada Allah adalah mendahulukan apa yang Allah cintai atas apa yang dicintai hawa nafsu dan segala tuntutannya, termasuk juga rasa cinta adalah membenci apa yang Allah benci, maka dirinya membenci orang-orang kafir serta memusuhi mereka.
Dia juga membenci kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Lawan dari cinta adalah benci. Yaitu membenci kalimat ini dan semua ajaran atau mencinta sesuatu yang disembah selain Allah bersama kecintaannya terhadap Allah.
Termasuk yang menghilangkan sifat cinta adalah membenci Rasulullah SAW dan mencintai musuh-musuh Allah serta membenci wali-wali Allah dari golongan orang beriman.
Demikianlah informasi mengenai syahadat tauhid yang perlu Anda ketahui.
Semoga kita semua berada dalam fitrahnya yaitu bertauhid kepada Allah SWT.
Semoga informasi ini dapat bermanfaat. Jangan lewatkan informasi menarik lainnya pada situs blog Evermos.
Risma Novianti adalah SEO Analyst yang memiliki latar pendidikan Public Administration. Memiliki pengalaman kerja di bidang SEO selama 3,5 tahun. Berkemampuan aktif menganalisis data performance suatu website blog Evermos dan menganalisis content article dengan niche bisnis dan islami. Merangkap juga sebagai SEO Content Writer dengan memiliki kemampuan menulis dan mengedit yang baik sesuai dengan kaidah SEO sehingga tulisan mudah ditemukan di hasil pencarian Google.